ASEAN
ECONOMIC COMMUNITY
ASEAN Economic Community merupakan program kerja sama negara-negara ASEAN, yang termasuk negara Indonesia, di bidang ekonomi. Program kerjasama yang rencananya akan direncanakan pada tahun 2015 ini berbeda dengan program-program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pasalnya, Asean Economic Community ini menekankan pada pasar tunggal yang terbuka sesuai blueprint yang berisi empat patokan AEC. Keempat patokan tersebut yaitu :
a. A single market and production base,
b. A highly competitive economic region,
c. A region of equitable economic development, dan
d. A region fully integrated into the global economy.
Intinya, jika ASEAN Economy Community
berhasil dijalankan, makan negara-negara ASEAN akan memiliki jangkauan pasar
yang lebih luas. Arus Ekspor-Impor barang dana jasa maupun investasi antar
negara ASEAN akan lebih terbuka, sementara tarif dan non-tarif sudah tidak
diberlakukan lagi.
Dengan diberikannya kemudahan untuk bertransaksi antar negara di Asia Tenggara, sebagai konsumen, kita akan mempunyai lebih banyak pilihan produk-produk berkualitas yang berasal dari kesembilan negara Asean tersebut.
Keterbukaan pasar ini akan membawa dampak positif jika kita mampu megnhasilkan produk berkualitas yang menembus pasar ASEAN. Namun, jika pada kenyataannya masyarakat indonesia cenderung menjadi konsumen, tentu hal tersebut tidak akan membawa dampak positif bagi perekonomian negara kita, bahkan akan menjadi nightmare atau mimpi buruk bagi negara kita. Terutama mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah masyarakat yang terbesar di antara negara-negara ASEAN lainnya.
Mengurangi budaya konsumerisme dang mengutamakan penggunaan hasil produksi masyarakat Indonesia menjadi salah satu cara bagi kita sebelum terjun dalam masyarakat ekonomi Asean. Selain itu, membekali diri dengan pengetahuan, keahlian dan ketrampilan tentu dapat membantu Indonesia dalam persaingan pasar bebas ASEAN.
Dengan diberikannya kemudahan untuk bertransaksi antar negara di Asia Tenggara, sebagai konsumen, kita akan mempunyai lebih banyak pilihan produk-produk berkualitas yang berasal dari kesembilan negara Asean tersebut.
Keterbukaan pasar ini akan membawa dampak positif jika kita mampu megnhasilkan produk berkualitas yang menembus pasar ASEAN. Namun, jika pada kenyataannya masyarakat indonesia cenderung menjadi konsumen, tentu hal tersebut tidak akan membawa dampak positif bagi perekonomian negara kita, bahkan akan menjadi nightmare atau mimpi buruk bagi negara kita. Terutama mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah masyarakat yang terbesar di antara negara-negara ASEAN lainnya.
Mengurangi budaya konsumerisme dang mengutamakan penggunaan hasil produksi masyarakat Indonesia menjadi salah satu cara bagi kita sebelum terjun dalam masyarakat ekonomi Asean. Selain itu, membekali diri dengan pengetahuan, keahlian dan ketrampilan tentu dapat membantu Indonesia dalam persaingan pasar bebas ASEAN.
Pada tahun 2015 ini,
dengan AEC tersebut maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi
tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil yang
bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara negara Asean. Dengan tebentuknya pasar tunggal yang bebas
tersebut maka akan terbuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa
pasarnya di kawasan ASEAN. Tujuan dari upaya pemberlakuan Perdagangan bebas
ASEAN diantaranya untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi
dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN dan
menarik investasi asing langsung ke Asean. Meski tercatat sebagai negara yang
memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah ruah dengan luas dan populasi
terbesar diantara negara-negara lainnya di Asean, Indonesia diperkirakan masih
belum siapa menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Alasannya,
iklim investasi kurang kondusif yang diindikasikan melalui masalah ruwetnya
birokrasi, infrastruktur, masalah kualitas Sumber Daya Manusia dan
ketenagakerjaan (pemburuhan) serta korupsi merupakan sebagian dari masalah di
Indonesia saat ini.
Pasar bebas tersebut tentu saja dapat
menjadi hal positif bagi kita jika kita mampu bersaing. Namun, sebaliknya dapat
merugikan kita jika kita tidak mampu bersaing. Pasar bebas tentu saja
menguntungkan bagi para produsen yang target pasarnya internasional. Lalu,
untuk produsen dalam negeri apakah sudah siap menghadapi persaingan dengan
produk yang ditawarkan asing.
2.2 Daya Saing Indonesia untuk Menghadapi AEC
2015
Indeks Daya Saing Indonesia meningkat menjadi 34 dari 144 negara pada September 2014 ini. Sebagaimana dilansir World Economic Forum dalam Global Competitiveness Report 2014-2015.
Posisi Indonesia ini berada diatas negara-negara seperti Spanyol yang berada di peringkat ke-35, Portugal di 36, Kuwait di peringkat 40, Turki di 45, Italia di 49, Afrika Selatan di peringkat 56, Brazil di peringkat 57, Meksiko di peringkat 61, serta India di peringkat 71.
Di level ASEAN sendiri,
peringkat Indonesia ini masih kalah dengan tiga negara tetangga, yaitu,
Singapura yang berada d peringkat 2, Malaysia di peringkat ke-20 dan Thailand
yang berada di peringkat ke-31. Namun demikian, posisi Indonesia ini masih
mengungguli Filipina yang berada di peringkat 52, Vietnam di peringkat 68, Laos
di peringkat 95, dan Myanmar di peringkat 134.
Dari laporan-laporan
World Economic Forum terdahulu tercata, Indeks daya saing global Indonesia
sempat berada di 54 pada tahun 2009, lalu naik ke peringkat 44 pada yahn 2010.
Namun, peringkat Indonesia kembali turun ke peringkat 46 pada tahun 2011 dan
peringkat 50 pada tahun 2012, untuk selanjutnya kembali naik ke peringkat 38
pada tahun 2013, lalu naik lagi ke peringkat 34 pada tahun 2014.
Sebagai informasi, penilaian peringkat daya saing global didasarkan pada 12 pilar daya saing , yaitu pengelolaan istitusiyang baik, infrastruktur, kondisi dan situasi ekonmi maksro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finasial, kesiapan teknologi ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.
*dilansir dari situs web milik Kementrian Keuangan RI.
Sebagai informasi, penilaian peringkat daya saing global didasarkan pada 12 pilar daya saing , yaitu pengelolaan istitusiyang baik, infrastruktur, kondisi dan situasi ekonmi maksro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finasial, kesiapan teknologi ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.
*dilansir dari situs web milik Kementrian Keuangan RI.
2.3 PELUANG
INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC
Pembentukan
AEC akan memberikan peluang bagi
negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi , mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai
tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta
memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Disamping itu, pembentukan AEC
juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra Asean serta
meningkatkan transparasi dan mempercepat penyesuaian peraturan-peraturan dan
standardisasi domestik. Beberapa potensi indonesia untuk merebut persaingan AEC
2015, antara lain :
1.
Indonesia merupakan pasar potensial yang
memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk yang terbesar di kawasan (40% dari
total penduduk ASEAN). Hal ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara
ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di maas
depan dengan kesempatan penguasaan pasar dan investasi.
2.
Indonesia merupakan negara tujuan
investor ASEAN. Proporsi investasi negara Asean di Indonesia mencapai 43% atau
hampir 3 kali lebih tinggi dari rata-rata proporsi investasi negara-negara
Asean di ASEAN yang hanya sebesar 15%.
3.
Indonesia berpeluang menjadi negara peng
ekspor, dimana nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan
keluar ASEAN sebesar 80-82% dari total ekspornya, hal ini berarti peluang untuk
meningkatkan ekspor ke intra-Asean masih harus ditingkatkan agar laju
peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari
intra-ASEAN.
4.
Liberisasi perdagangan barang Asean akan
menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di
kawasan Asean karena hambatan tarif dan nontarif sudah tidak ada lagi. Kondisi
pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak
produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan barang
yang berkualitas secara efisien sehingga mampu
bersaing dengan produk-produk negara lain. Di sisi lain, para konsumen
juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal.
Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi
tinggi disektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis
sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di
sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
5.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah
populasi terbesar akan memperoleh keunggulan tersendiri, yang disebut dengan
bonus demografi. Perbandingan jumlah penduduk produktif indonesia dengan
negara-negara Asean lain adalah 38 : 100, yang artinya bahwa setiap seratus
penduduk Asean, 38 warga negara Indonesia. Bonus ini diperkirakan masih bisa
dinikmati setidaknya sampai dengan 2035, yang diharapkan dengan jumlah
poenduduk yang produktif akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan pendapatan per kapita penduduk Indonesia.
2.4 TANTANGAN AEC 2015
Untuk dapat menangkap
keuntungan dari AEC 2015 tantangn yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan
daya asing. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya asing yang masih menjadi
tantangan bagi Indoensia yakni :
1.
Infrastruktur
Berdasarkan
The Global Competitiveness Report 2013-2014 yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF) , daya asing Indonesia
berada pada peringkat ke-38. Sementara itu kualitas Infrastruktur Indoensia
menempati peringkat ke-82 dari 148 negara atau berada pada peringkat ke 5
diantara negara-negara inti Asean. Hal ini menunjukkan bahwa inbfrastruktur
Indonesia masih jauh tertinggal.
Beberapa
infrastruktur yang harus disampaikan indonesia menjelang AEC 2015 antara lain :
darat, berupa jejaring jalan Asean dan jalur rel kereta Kunming-Singapura ;
laut, berupa jejaring perhubungan laut ; udara, berupa jalur pengiriman udara ;
teknologi informasi, berupa jaringan komunikasi ; dan energi, berupa keamanan
energi.
Beberapa
infrastruktur yang telah dibangun , meliputi : penataan pelabuhan Tanjung Priok
; Pembangunan Bandara Internasional Lombok Praya dengan rute Internasional
Malaysia, Singapura, Australia, dan Hongkong (menyusul) ; Sabuk Selatan
Nusantara yang menghubungkan 16 pulau dari sabang sampai merauke (5330 km jalan
dan 1600km jalur laut) dan Sabuk Tengah Nusantara sepanjang 3800km yang
menhubungkan 12 Provinsi dari Sumatra Selatan hingga Papua Barat.
Beberapa
infrastruktur yang belum dibangun atau masih dalam tahap penyelesaian yakni :
Indonesia mengajukan perpanjangan jalur kereta Kunming-Singapura hingga ke
Surabaya ; rencana pembangunan jembatan Selat Sunda ( diproyeksikan rampung
2025) ; dan Sabuk Utara Nusantara diproyeksikan rampung pada 2015.
Pembangunan
inrastruktur yang rendah di Indonesia, dipengarhi oleh beberapa faktor
penghambat, yakni :
1. Anggaran
Infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah ini tidak dapat
mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility study serta AMDAL
yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur.
2. Konflik
kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu dalam
pembangunan infrastruktur.
3. Koordinasi
yang sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait dengan hutan
lindung dan pertanian dimana koordinaasi antara lintas kementrian dan lintas
otoritas sulit dilakukan.
2.
Biaya Logistik
Dampak
dari rendahnya infrastruktur berpengaruh pada semakin mahalnya biaya logistik
di Indonesia. Pedagangan menjadi kurang efisien
mengingat biaya logistik yang mahal dibandingkan negara anggota ASEAN
lainnya, yang dibebankan sebesar 14,08% , jika dibandingkan dengan biaya
logistik yang wajar sebesar 7 %.
Berdasakan
logistic Performance Index (lpi,2012), Indonesia menempati peringkat ke-59 dari
155 negara, dibawah peringkat Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Gambar
. Indonesian Logistics Performance Index
source : Logistic Performance Index, World Bank
source : Logistic Performance Index, World Bank
Dengan pengurangan biaya logistik, maka
permasalahan dalam bidangn perdagangan diharapkan dapat terarasi sehingga
menaikkan daya saing Indonesia.
3
. Sumber Daya Manusia
Bonus
demogragi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan keuntungan apapun
tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari SEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan
dari 100 tenaga kerja Indonesia hanya sekitar 4,3% yang terampil sedangkan
Filipina 8,3%, Malaysia 32,6% dan Singapura 34,7%.
Berdasarkan
struktur pasar, tenaga kerja didominasi oleh pekerja lulusan SD (80%) sementara
lulusan Perguruan Tinggi hanya 7%, dimana saat ini sebagian dunia kerja
mensyaratkan lulusan Perguruan Tingggi. Hal ini sangat berbanding terbalik
dengan Malaysia yang sebagian besar penduduknya lulusan S1.
Kesempatan
memperleh pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sulit dilakukan
sehingga kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
sangat rendah. Kondisi ini mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik
sebagai butuh atau tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja Internasional.
4
. Pertanian
Salah
satu jantung perekonomian Indonesia
adalah pertanian. Peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas
integrasi, antara lain adlah pembangunan pertanian perlu terus dilakukan ,
mengingat bahwa luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih besar dan tingkat
konsumsi yang tinggi terhadap hasil pertanian.
Tindakan
pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam mewujudkam AEC 2015 melalui
penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Usaha Yang
Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan persyaratan di Bidang penanaman Modal,
dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, bukan
petani Indonesia. Perpres tersebut mengatur mengenai :
1. Investasi Asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan
seluas lebih dari 25 hektar.
2. Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal
perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar.
1. Investasi Asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan
seluas lebih dari 25 hektar.
2. Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal
perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar.
3. Investasi
asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya
hortikultural.
Melihat bahwa sektor pertanian masih
tertinggal dan dibebani volume impor komoditas pangan dan hortikultura;
kegagalan panen akibat kemarau dan gangguan hama; serta petani Indonesia rata-rata berusia 55-60 tahun dan
tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang memadai akan menyulitkan
memasuki ASEAN.
Indonesia dengan populasi luas kawasan dan
ekonomi terbesar di ASEAN, dapat menggerakkan pemerintah untuk lebih tanggap
terhadap kepentingan nasional, khususnya pertanian.
Pemerintah
perlu mengambil langkah-langkah:
1. Menghitung
kesiapan dan daya dukung nasional dalam menghadapi AEC 2015. Untuk itu
penpres no.39/2014 perlu dievaluasi
mengingat sangat merugikan petani Indonesia.
2. Mendongkrak
kapasitas produksi , kualitas pengetahuan dan permodalan agar Indonesia tidak
bergantung pada impor.
3. Menyiapkan
perlindungan bagi petani dengan penetapan tarif maksimal untuk produk impor.
4. Menyediakan
subsidi dan pengadaan kredit lunak bagi petani guna meningkatkan kemampuan
mereka memasok kebutuhan pertanian seperti benih dan pupuk.
2.5 HAL-HAL yang HARUS DIANTISIPASI DALAM AEC
2015
Pelaksanaan ASEAN
Economic Community (AEC) 2015 mendatang akan membawa liberisasi ekonomi yang
semakin meluas di ASEAN. Tidak hanya sekedar liberisasi perdagangan, AEC 2015
juga membuka liberisasi di bidang jasa, modal dan tenaga kerja. Selain terikat
daya saing selama ini dinilai menjadi salah satu masalah bagi Indonesia dalam
menghadapi AEC 2015, pertanyaan selanjutnya apakah Indonesia akan diuntungkan
atau bahkan samakin dirugikan dengan kesepakatan dalam AEC.
Pada tahun 1992, ASEAN sepakat melakukan
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA). Namun paska liberisasi AFTA, atau ASEAN
dengan China dan kerjasama multilateral lainya, Indonesia mengalami banyak
kerugian. Pasalnyaa, produk dari kedua negara tersebut membanjiri pasar
Indonesia sehingga terjadi pelebaran defisit neraca perdagangan.
Pemerintah telah menyatakan bahwa Indonesia
sudah 82% siap menghadapi AEC. Namun klaim presentasi kesiapan Indonesia
tersebut ternyata hanya sebatas check list sejauh mana Indonesia telah
menjalankan kesepakatan-kesepakatan dalam AEC. Seharusnya pemerintah menyiapkan
strategi komperhensif yang menjadi agenda bersama antara pemerintah pusat dan
daerah dengan dunia usaha. Tetapi sampai saat ini persiapan Indonesia masih
minimal. Sejauh ini pemerintah baru sekedar melakukan sosialisasi penjelasan
tentang AEC, bukan tentang strategi bersama menghadapi AEC.
Untuk itu, ada hal-hal yang perlu kerja keras
untuk segera di antisipasi oleh pemerintah yaitu :
a. Implementasi AEC berpotensi menjadikan Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasisasi kawasan ASEAN, sehingga mangaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam minimal, tetapi defisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar diantara negara-negara ASEAN semakin bertambah. Salah satu yang harus dilakukan Indonesia adalah menyusun strategi Industri perdagangan dan Investasi secara terintegrasi, paling tidak dalam konteks kerja sama AEC.
a. Implementasi AEC berpotensi menjadikan Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasisasi kawasan ASEAN, sehingga mangaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam minimal, tetapi defisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar diantara negara-negara ASEAN semakin bertambah. Salah satu yang harus dilakukan Indonesia adalah menyusun strategi Industri perdagangan dan Investasi secara terintegrasi, paling tidak dalam konteks kerja sama AEC.
b.
implementasi AEC akan semakin melebar defisit perdagangan jasa seiring
peningkatan perdagangan barang. Dalam hal ini pemerintah perlu segera
mengimplimentasikan rencana untuk membangun dan mendukung industri transportasi
yang menjadi sumber defisit terbesar. Langkah lainnya adalah menetapkan sektor
pariwisata sebagai prioritas dengan menyusun strategi dan kebijakan baru,
karena selama ini pariwisata telah menjadi penyumbang surplus dalam neraca
perdagangan jasa.
c.
implementasi AEC juga akan membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia
harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya
Tenaga Kerja Asing (TKA) akan berdampak pada naiknya remintasi TKI. Akibatnya ,
ada beban tambahan bagi Indonesia dalam menjaga neraca transaksi berjalan
mengatasi masalah pengangguran
d.
Implementasi AEC akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan
luar ASEAN. Indonesia harus bergegas menyiapkan strategi dan kebijakan yang
dapat memberi intensif bagi mitra ekonominya untuk ikut membangun Industri hulu
pengolah sumber daya alam. Sehingga, manfaat ekonomi dari investasi lebih
besar, lebih baik dari sisi nilai tambah, penciptaan lapangan kerja maupun
tebangunnya industri hulu.
Melihat beberapa persoalan tersebut, tidak
ada pilihan lain bagi Indonesia kecuali segera menyusun rencana strategi serta
mensosiallisasikan dengan mengimplimentasikan
bersama dengan pelaku usaha. Pemerintah mungkin akan kesulitan dalam
menghadapi AEC 2015 mendatang, pasalnya , pemerintah disibukkan oleh urusan
politik untuk menghadapi 2015 sehingga
persiapan menjelang AEC pun terabaikan. Kendati pemerintah terkesan memberikan
perhatian terhadap AEC 2015 dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan insentif.
2.6 LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM MENGHADAP
AEC 2015
Indonesia akan dapat ikut berperan dalam AEC
jika dapat meningkatkan daya saing dan mengejar ketertinggalan dari negara
anggota ASEAN lainnya. Untuk itu, diperlukan suatu langkah-langkah strategis,
di antaranya :
1. Penyesuaian,
persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual
(reformasi regulasi) ;
2. Peningkatan
kulaitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaa maupun
profesional;
3. Penguatan
posisi usaha skala menengah, kecil dan usaha pada umumnya;
4. Penguatan
kemitraan antara sektor publik dan swasta;
5. Menciptakan
iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, yang juga
merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komperhensif di
berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan birokrasi;
6. Peningkatan
partisipasi institusi pemerintah mupun swasta untuk mengimplementasikan AEC
Blueprint;
7. Reformasi
kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakan
program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di
Negara Aanggota ASEAN termasuk Indonesia;
8. Penyediaan
kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai
skala;
9. Perbaikan
infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastrukturseperti
transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi dan
restrukturisasi industri.
1.7
. PENGALAMAN PAHIT KERJASAMA PERDAGANGAN BEBAS
(FREE TRADE).
(FREE TRADE).
Indonesia
merupakan salah satu negara yang paling agresif dalam menjalin kesepakatan
perdagangan bebas baik di tingkat global, regional maupun bilateral. Untuk
kawasan ASEAN , telah dimulai dari liberisasi perdagangan di kawasan ini yakni
dalam ASEAN Free Trade Area(AFTA) pada tahun 1992. Tahun 1995, Indonesia
bergabung dengan WTO yang kemudian
mendorong Indonesia mengalami penurunan tarif impor secara persisten. Setelah
krisis, kerjasama ekonomi dan perdagangan secara bilateral dan multilateral
juga terus bergulir seperti dengan jepang tahun 2008 dalam payung
jepang-Indonesia Economic Partnership Agreement (JIEPA). Indonesia juga
meratifikasi kerja sama negara negara ASEAN dengan Australia-New Zealand melalui ASEAN-Australia New Zealand Free
Trade Area (AANZFTA) ditahun 2009 dan
selanjutnya juga ikut meratifikasi kesepakatan perdagangan dengan China oleh
negara-negara ASEAN melalui ASEAN China
Free Trade Area(ACFTA) yang diimplimentasikan pada tahun 2010 lalu. Berbagai
kesepakatan perdagangan bebas tersebut telah mengakibatkan tarif rata-rata
impor Indonesia menjadi sangat rendah. Tarif bea masuk Indonesia bahkan lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya seperti Brazil,
China, India, dan Rusia. Dalam setiap FTA, Pemerintahan selalu optimis
Indonesia siap dan yakin akan mendapatkan banyak keuntungan. Namun sayang,
paska implementasi sebagai liberisasi perdagangan tersebut sejumlah indikator
justru menunjukkan kecenderungan sebaliknya.
Dalam menghadapi MEA 2015, kita tidak bisa
terus menerus bergantung pada SDA. Selain karena jumlahnya yang semakin
terbatas , juga karena ketidak mampuan kita untuk mengolahnya dengan maksimal
sebelum dapat diekspor ke pasar Internasional. Industri manufaktur kita pun
harus mulai diseriusi dan diperhatikan oleh pemerintah. Industri manufaktur
akan mendorong pemanfaatan bahan mentah
kita.
Padahal saat ini Indonesia telah
menyepakati banyak kerjasama liberisasi ekonomi, baik yang sudah berjalan
maupun yang akan segera di implementasikan. Model kerjasama yang disepakati pu
tidak hanya kerja sama perdagangan bebas, tetapi sudah banyak juga kesepakatan
kerja sama yang lebih luas yang selain mencangkup perdagangan bebas juga
liberisasi investasi, industri, serta ekonomi secara luas termasuk tenaga
kerja. MEA ternyata Indonesia belum memiliki strategi dan kebijakan
komperhensif yang menjadi agenda bersama antara pemerintah dan
pengusahasebagaimana yang dimiliki negara-negara tetangga. Padahal agenda
bersama inilah yang seharusnya menjadi materi utama dalam kegiatan sosialisasi
baik dengan pengusaha, maupun antar lembaga Pemerintah dan antara Pusat dan
Daerah. Tanpa adanya strategi , sosialisasi MEA yang telah dilakukan pemerintah
akhirnya hanya terbatas pada apa itu MEA , belum pada sosialisasi “apa yang
harus dulakukan untuk memenangi MEA”.
Sosialisai “apa itu MEA” pun yang telah
dilakukan pemerintah masih sangat minim. Sebagai gambaran , sosialisasi
pemerintah pusat kiepada pemerintah daerah, yang hanya berupa pengenalan MEA.
C. Simpulan
AEC adalah bentuk Integrasi ekonomi regional
yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama dari AEC 2015
adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi
arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal
yang lebih bebas.
Keterlibatan semua pihak di seluruh negara
anggota ASEAN mutlak diperlukan agardapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang
kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangan bebas yang pada gilirannya
dapat memberikan manfaat bagi seluruh negara ASEAN. Bagi Indonesia, dengan
jumlah populasi, luas dan letak geografis serta nilai PDB terbesar di ASEAN
harus menjadi aset agar Indonesia bisa menjadi pemain besardalam AEC 2015 nanti.
Strategi dan persiapan yang selama ini
telah dilakukan oleh para stake holderyang ada di Indonesia dalam rangka
menghadapi sistem liberisasi yang diterapkan oleh ASEAN, terutama dalam
kerangka integrasi ekonomi memang dirasakan masih kurang optimal. Namun hal
tersebut memang dilandaskan isu-isu dalam negeri yang membutuhkan penanganan
yang lebih intensif. Disamping itu seiring perkembangan waktu, Indonesia dengan
potensi sumber daya yang melimpah membawa pergerakannya ke arah yang lebih maju
lagi.
Daftar
Pustaka
1. Ikbal Umhar (2014). Siap Tidak Siap Harus Siap Indonesia Menuju
ASEAN Economic Community. From :
http://ikbalumhar.wordpress.com/2014/07/11/siap-tidak-siap-harus-siap-indonesia-menuju-asean-economic-community-aec-2015/
2. Kementrian Keuangan RI ( 2014). Peringkat
34 dari 144 Negara, Indeks Daya Saing
Indonesia Kembali Meningkat. From : www.kemenkeu.go.id
Indonesia Kembali Meningkat. From : www.kemenkeu.go.id
3. Sekertariat Negara Republik Indonesia(2014 ). Peluang AEC 2015.
From: www.setneg.go.id
From: www.setneg.go.id
4. FNH (2015). Empat Hal yang Harus Diantisipasi dalam
AEC 2015.
From : http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt526e4f67b3b6e/empat-hal-yang-harus-diantisipasi-dalam-aec-2015//
From : http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt526e4f67b3b6e/empat-hal-yang-harus-diantisipasi-dalam-aec-2015//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar